Jakarta – Koordinator Aktivis 77-78 Bandung Syafril Sjofyan mengaku mengenal baik mantan Kemenko Kemaritiman Rizal Ramli yang dinilai sebagai sosok yang tak gila jabatan.
“Sebagai sesama aktivis 77-78 dan juga pernah sama-sama di tahan di era rezim orde baru, saya mengenal baik Rizal Ramli, dalam perjalanan pengabdiannya kepada bangsa beliau bukan gila jabatan,” kata Syafril, Selasa (2/8/2016).
Menurut dia, pemerintahan Gusdur pernah meminta Rojali (sapaan teman dekat Rizal Ramli) membenahi Bulog yang menjadi sumber korupsi era Soeharto, setelah itu diminta untuk menjadi Menko Perekonomian, karena hanya sifatnya koordinatif Rojali akhirnya dijadikan Menteri Keuangan membenahi APBN oleh Gusdur.
“Kemudian awal 2004 sebelum memenangkan Pilpres, SBY meminta Rojali sebagai kandidat Menko Perekonomian, kemudian JK pasangan SBY sebagai wapres tidak setuju karena sudah ada ARB diplot menjadi Menko Perekonomian,” ungkap dia.
Kata Syafril, ARB ikut membiayai kampanye Pilpres SBY-JK tahun 2004, akhirnya oleh JK Rojali di tawari kedudukan sebagai Menteri Perindustrian dan langsung ditolak oleh Rojali, sepertinya baru terjadi dalam sejarah perpolitikan di Indonesia ada yang menolak menjadi Menteri.
Kemudian era pemerintahan Jokowi sewaktu mau diadakan Reshufle pertama, Rojali dipanggil Jokowi ke istana Bogor diminta untuk menjadi Menko Kemaritiman, RR menolak dan mengajukan temannya.
“Jokowi beralasan itu bukan permintaan dia saja sebagai Presiden tapi permintaan rakyat Indonesia, Rojali terenyuh barulah permintaan tersebut diterima,” jelas Syafril.
Artinya, sambung Syafril, Rojali bukan seorang gila jabatan namun jika dipanggil untuk kepentingan rakyat mau tidak mau jiwanya akan berontak, hal tersebut bisa jadi karena penggalan perjalanan/perjuangan hidupnya sebagai seorang anak yatim piatu ( ditinggal kedua orang tuanya ) sejak usia 7 tahun. Dan sebagai aktivis dia sangat menonjol keberpihakannya terhadap rakyat, perjuangan mahasiswa dengan Gerakan Anti Kebodohan tahun 1977 lahir oleh Rizal Ramli yang mempersoalkan 8 juta anak tidak dapat bersekolah, sehingga kemudian Soeharto mencanangkan wajib belajar 9 tahun.
“Jika teman-teman di Jakarta (masyarakat DKI) berkeinginan menjadikan Rojali tampil sebagai Cagub Gubernur DKI, saya yakin beliau akan terenyuh jika permintaan tersebut benar dari hati rakyat/ masyarakat. Setahu saya sebagai teman, Rojali seorang pejuang profesional yang berkarakter sangat kuat dan seorang idealis sejati tidak punya beban dengan kepentingan politik dan ekonomi dari pihak manapun,” beber dia.
Itu sebabnya, lanjut Syafril, selama ini Rojali dinilai mempunyai nyali dan keberanian untuk menindak para taipan, segala bentuk mafia bisnis hitam.
“Apalagi para pengembang yang hanya berpihak pada kalangan masyarakat kaya,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan