Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebut pemerintah tidak bergeming untuk kembali melaksanakan eksekusi mati jilid ke 3 kepada 14 orang nama terpidana mati. Meskipun muncul penolakan dari berbagai kalangan dengan berbagai argumentasi telah disampaikan oleh para aktifis hak asasi manusia, PBB, termasuk oleh mantan presiden BJ. Habibie, namun tetap tak mampu mengubah pendirian pemerintah untuk mengeksekusi mati para terpidana.
Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan pihaknya sangat menyayangkan tetap dilaksanakannya eksekusi dan mendesak pemerintah untuk menghentikan praktek hukuman mati tersebut.
“Pidana mati bukan solusi untuk mengatasi masalah peredaran narkoba ataupun kejahatan yang lain,” ujar Alghif, Jumat (29/7/2016).
Menurut dia, hukuman mati terbukti tidak efektif mengurangi kejahatan dan justru melanggar hak hidup sebagai non derogable right yang semestinya tidak dapat dicabut oleh siapapun termasuk negara. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan fakta bahwa jumlah pengguna narkotika pada 2008 mencapai 3,3 juta jiwa, angka tersebut bertambah pada 2015 menjadi 5,1 Juta jiwa, padahal mulai 2004 sampai dengan 2015 tidak kurang 21 terpidana yang berkaitan dengan narkotika dieksekusi oleh pemerintah.
Senada juga dilontarkan Arif Maulana, Kepala bidang Fair Trial LBH Jakarta mengatakan pemerintah semestinya menyadari jika kejahatan tidak akan berhenti hanya dengan hukuman mati. Masalah ketimpangan sosial, kemiskinan, ketidakadilan, dan korupsi semestinya menjadi prioritas penanganan.
“Terlebih putusan pengadilan meskipun kini telah in kracht rentan keliru karena kondisi unfair trial dalam situasi peradilan di Indonesia seperti tidak adanya akses bantuan hukum, pembuktian yang masih berbasis berkas perkara, korupsi peradilan, minimnya pengawasan Jaksa sebagai pengendali perkara (dominus litis), self incrimination, sampai dengan rekayasa perkara dan kriminalisasi yang makin menyulitkan bagi tersangka atau terdakwa untuk memperoleh keadilan,” terang dia.
Ia melanjutkan dengan dijalankannya pidana mati oleh pemerintah Indonesia akan mengancam perlindungan warga Negara Indonesia (WNI) diluar negeri yang terancam dieksekusi mati. Tercatat hampir 300 orang WNI yang berada diluar negeri yang terancam hukuman mati.
“Dengan terus menjalankan hukuman mati, Indonesia akan kehilangan posisi tawar untuk menyelamatkan WNI yang terancam hukuman mati diluar negeri,” tandasnya.
Perkembangan dunia terkini menunjukkan bahwa sudah 101 negara yang menghapuskan hukuman mati dan 22 Negara telah berhenti melaksanakan hukuman mati. Dengan terus melaksanakan hukuman mati, Indonesia akan semakin berada dalam posisi yang dirugikan dalam pergaulan dunia Internasional.
Tinggalkan Balasan