JAKARTA – Istilah Pengamanan Swakarsa menjadi naik daun kembali pasca terbit Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa. Dalam peraturan ini diatur tentang pengamanan swakarsa secara detail termasuk pangkat, seragam, hingga massa pensiun satuan pengamanan.

Perkap Nomor 4 Tahun 2020 ini menjadi pengganti dari Peraturan Kapolri Nomor 24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan atau Instansi/Lembaga Pemerintah.

Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta menegaskan jika dilihat secara detail pada Peraturan Kapolri tersebut, pengamanan swakarsa didefinisikan sebagai pengemban fungsi kepolisian yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Polri. Unsur pengamanan swakarsa terdiri dari Satuan Pengamanan (Satpam), dan Satuan Keamanan Lingkungan (Satkamling).

“Publik tidak terlalu mengkhawatirkan dengan keberadaan Satuan Pengamanan karena fungsinya yang melekat kepada organisasi atau lembaga tertentu, dengan pola rekrutmen dan pelatihan yang telah standard, seperti Gada Pratama untuk Satuan Pengamanan tingkat pelaksana, Gada Madya untuk Satuan Pengamanan tingkat supervisor dan Gada Utama untuk satuan pelaksana tingkat manajer,” jelasnya, hari ini.

Namun, kata dia, untuk Satkamling masih belum jelas sumber dan pola pelatihan serta pembinaannya, sehingga kekhawatiran menjadi kerawanan baru cukup masuk akal.

Bagi satuan pengamanan, kata dia, Peraturan Kapolri tentang Pam Swakarsa No 4 Tahun 2020 ini tentu lebih baik dari Peraturan Kapolri Nomor 24 Tahun 2007. Dalam Perkap yang baru, profesi satuan pengamanan lebih dihargai dan dimuliakan, terutama dengan fungsinya sebagai kepolisian terbatas. Satuan pengamanan diatur pangkat, pendidikan, dan usia pensiunnya, bahkan termasuk asosiasi profesi yang menaunginya.

“Dengan Perkap Pam Swakarsa ini maka satuan pengamanan yang biasanya bertugas sebagai bagian dari organisasi juga akan lebih dihargai oleh organisasi yang menaunginya,” terangnya.

Menurutnya, kritik terhadap Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2020 terutama adalah pengunaan diski pam swakarsa. Istilah pam wakarsa sangat nyaring terdengar pada masa peralihan orde baru ke orde reformasi. Bagi sebagian kalangan menjadi diksi yang kurang bisa diterima, karena mengingatkan kembali memori terhadap kekuatan orde baru.

“Bagi sebagian orang istilah pam swakarsa diasumsikan sebagai organisasi massa yang berseragam ala militer dan menjadi kaki tangan aparat keamanan,” sebutnya.

Dikatakannya, penjelasan yang kurang masif di masyarakat sementara sentimen yang kuat terhadap istilah pam swakarsa membuat reaksi terhadap Perkap tentang Pengamanan Swakarsa ini cukup kuat. Beberapa hal yang tidak terjelaskan kepada publik seperti perbedaan satuan pengamanan (satpam) dengan satuan keamanan lingkungan (satkamling), sumber satkamling, pola pelatihan dan pembinaan satkamling, serta hak, kewajiban dan kewenangan satkamling menjadi ruang bagi asumsi-asumsi yang cenderung negatif bagi Perkap Pam Swakarsa tersebut.

“Untuk menghindari resistensi dan polemik yang berlebihan dan kontra produktif, maka Polri perlu menjelaskan lebih detail Peraturan Kapolri No 4 Tahun 2020 tentang Pam Swakarsa ini, terutama terkait Satuan Keamanan Lingkungan dan asumsi publik bahwa ini akan menjadi pam swakarsa jilid dua meneruskan pam swakarsa pada masa oder baru,” katanya.

Selain itu, kata Stanislaus, Polri harus bisa menjamin bahwa Satuan Pengamanan yang nantinya akan menggunakan seragam sewarna dengan Polri bertugas sesuai dengan kewewenangnya. Selain itu Polri harus memastikan bahwa Satuan Pengamanan dapat berkontribusi lebih baik menciptakan dan menjamin situasi aman di tempatnya bertugas.

“Jaminan ini sangat penting terutama jika terjadi penyalahgunaan dan wewenang dari satuan pengamanan,” ucapnya.

Ia menambahkan peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2020 diyakini bertujuan baik terutama untuk memuliakan profesi satuan pengamanan. Selain itu peraturan tersebut secara teknis mengatur bagaimana fungsi kepolisian terbatas dapat optimal menciptakan situasi aman di masyarakat secara mandiri.

“Namun, jika diksi yang digunakan kurang tepat maka dapat menjadi sumber polemik yang tidak produktif,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.