Jakarta – Giliran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan menolak dikukuhkannya Wiranto sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) oleh Presiden RI Joko Widodo.

Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa, S.H. membeberkan alasan pihaknya menolak Wiranto yakni berdasarkan rekam jejaknya yang (diduga) terlibat kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu. Tercatat, beberapa dugaan pelanggaran HAM yang terjadi saat Wiranto menjabat sebagai Panglima ABRI pada masa Orde Baru.

“Kami mencatat 5 alasan menolak pengukuhan Wiranto sebagai Menko Polhukam,” kata Alghif, Kamis (28/7/2016).

Lima alasan penolakan tersebut adalah pertama dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Wiranto saat dirinya menjabat Panglima ABRI pada masa Orde Baru, meliputi: Tragedi 27 Juli di depan kantor PDI, kerusuhan Mei tahun 1998 yang mengakibatkan kekacauan di berbagai kota, tragedi Semanggi I dan Semanggi II, penculikan dan penghilangan aktivis pada tahun 1997/1998, serta kasus Biak Berdarah.

“Alasan berikutnya, laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bawah mandat Serous Crimes atas Crimes againt humanity terhadap kasus Timor Timur yang menunjukan gagalnya Wiranto. Ia bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang terjadi saat dirinya menjabat sebagai Panglima ABRI saat melakukan operasi militer di Timor Timur,” beber dia.

Selanjutnya, kata Alghif, pemilihan Wiranto sebagai Menko Polhukam juga menunjukan pengingkaran oleh Presiden Joko Widodo atas janjinya untuk mengusut tuntas pelanggaran HAM di Indonesia dengan memilih seorang Menteri yang diduga kuat melakukan pelanggaran HAM.

Selain itu, sambung dia, kebangkitan Orde Baru di Kabinet Joko Widodo. Terpilihnya Wiranto menjadi Menko Polhukam jelas membuka luka lama para keluarga korban dan para pencari keadilan. Seakan, Presiden Joko Widodo ingin membangkitkan Orde Baru pada Era Reformasi.

“Presiden Joko Widodo telah melanggar janjinya sendiri untuk tidak melakukan bagi-bagi kursi kepada partai politik. Joko Widodo berjanji akan memilih menteri dari para profesional yang memiliki kredibilitas untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di Indonesia,” jelasnya.

Dari 5 alasan tersebut, kata dia, pihaknya meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mencopot Wiranto dari jabatannya sebagai Menko Polhukam.

“Dipilihnya Wiranto sebagai Menko Polhukam menjadi sinyal yang kuat untuk meredam upaya-upaya pengungkapan serta penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.