JAKARTA – Ketua Umum PA 212, Slamet Ma’arif mengancam akan menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk melakukan pembangkangan massal. Perlawanan itu dilakukan jika pemerintah tidak segera menormalisasi atau membuka kembali tempat ibadah umat Islam di masa pandemi virus corona.

Komentar Slamet merespons rencana pemerintah yang berencana akan membuka sektor ekonomi seperti mal, namun tidak dengan tempat ibadah menyusul wacana pemberlakukan the New Normal di tengah lonjakan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.

“Jika tidak, kami akan serukan umat Islam untuk pembangkangan massal dengan beramai ramai membuka tempat ibadah masing-masing,” kata Slamet lewat pesan singkat, Rabu (27/5).

Slamet berpendapat, mestinya pemerintah tidak hanya mementingkan sektor ekonomi, namun mengesampingkan kebebasan melaksanakan ajaran agama.

Menurutnya, Indonesia merupakan negara berdasarkan ketuhanan, bukan negara kapitalis, apalagi komunis. Oleh karena itu, pembukaan sektor perniagaan seperti mal harusnya juga dibarengi dengan pembukaan kembali tempat ibadah.

“Kalau mal sudah dibuka, maka pemerintah wajib juga membuka kembali aktivitas tempat ibadah,” ucap Slamet.

Kendati demikian, seperti halnya di mal, ia juga meminta pembukaan tempat ibadah diiringi penerapan protokol kesehatan untuk menjamin kesehatan masyarakat. Ia mendesak agar protokol itu diterapkan dengan tegas.

“Jika ada mal yang melanggar wajib ditutup dan cabut izinnya,” tutur Slamet.

Hal yang sama juga diutarakan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas. Ia meminta meminta pemerintah harus adil dengan membuka tempat ibadah jika sektor perniagaan juga dibuka.

Abbas menjelaskan, jika logika pemerintah sebelumnya dengan membatasi sejumlah aktivitas karena untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, upaya relaksasi juga harus berlaku semuanya.

“Kalau dibuka salah satu, di mal boleh, orang berkumpul juga, kalau sekarang dibuka berarti di bandara boleh, berarti di pasar boleh, berarti di masjid juga boleh,” ujar Abbas.

“Masa orang boleh berkumpul di mal, di masjid enggak boleh,” kata Abbas menambahkan.

Namun demikian, Abbas mengutarakan penerapan itu masih berprinsip pada fatwa MUI terkait pembagian wilayah berdasarkan jumlah kasus.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan, bahwa relaksasi harus tetap dibatasi bagi wilayah zona merah atau wilayah dengan jumlah kasus yang tak terkendali.

Sementara itu, lanjut Abbas, bagi wilayah dengan jumlah kasus yang masih terkendali boleh melakukan relaksasi termasuk pembukaan sektor perniagaan dan tempat ibadah.

“Kalau MUI sikapnya begini, kalau tidak terkendali jangan, kalau sudah terkendali boleh, silakan,” ucap Abbas.

“Substansi dari fatwa itu adalah menyelamatkan jiwa manusia,” tutur Abbas melanjutkan.

Temukan juga kami di Google News.