JAKARTA – Pro kontra Omnibus Law mulai tak terdengar menyusul datangnya wabah corona yang melanda hampir semua wilayah di Indonesia. Namun demikian, bukan berarti reaksi terhadap Omnibus Law itu menghilang sama sekali.

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammad Prof Dr HAMKA (BEM Uhamka) mengambil jalan tengah dengan bersikap kritis tetapi tetap harus mengedepankan sikap solutif.

Sultan Fadilah selaku Menteri Luar Negeri (Menlu) BEM Uhamka mengatakan, bahwa pihaknya saat ini tengah konsen untuk menghadapi wabah corona, namun demikian tidak melupakan isu Omnibus Law.

Bagi Sultan, Omnibus law patut dikritisi karena telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

“Kalau ada pro dan kontra, itu artinya ada masalah dalam Omnibus Law itu, entah itu prosesnya atau isinya. Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa tergerak untuk melakukan kajian lebih dalam mengenai Omnibus law ini,” ujar Sultan Fadilah, dalam rilis di Jakarta, Sabtu (28/3/2020).

Dikatakannya, setelah melakukan diskusi panjang, ada hal yang dinilai positif maupun negatif dari Omnibus Law ini. Dari sisi positifnya, Omnibus Law ini mempunyai semangat untuk memudahkan pencari kerja dan dunia usaha.

“Seperti kita tahu, Indonesia akan mengalami bonus demografi dimana kalangan muda yang siap kerja akan banyak dan ini harus dimanfaatkan untuk kemajuan Indonesia,” jelasnya.

“Disisi lain iklim usaha Indonesia dinilai tidak ramah karena antara lain proses perijinan yang menghambat dunia usaha,” imbuhnya.

Jika itu yang ternyata menjadi tujuan dibuatnya RUU Cipta Kerja di program legislatif nasional (Prolegnas) Omnibus Law, maka pihaknya jelas akan mendukungnya sebagai pihak yang terdampak.

Kalau ini tujuan Omnibus Law, maka kita sebagai mahasiswa yang nantinya juga akan terjun dalam mencari pekerjaan, sangat mendukung adanya Omnibus Law ini,” ujar Sultan.

Namun demikian, tujuan yang baik ini mestinya didukung oleh proses yang baik pula dan isi yang baik pula.

“Tampaknya ini yang kurang sehingga menimbulkan kegaduhan. Dari diskusi dengan beberapa kawan, kami mendapati info bahwa proses Omnibus ini seperti main petak umpet, ada yang disembunyikan dan tidak transparan. Terutama RUU Cipta Kerja, oleh kawan-kawan buruh dinilai merugikan,” papar Sultan.

“Mestinya ini bisa dihindari jika diawal proses pembahasan RUU ini melibatkan kalangan buruh yang akan mengalami dan merasakan sendiri dampak dari Undang-undang ini,” tambahnya.

Oleh karena itu, pihak BEM Uhamka mengambil sikap berada di tengah-tengah dalam menyikapi pro kontra Omnibus Law. Hal-hal yang positif akan didukung, sementara yang negatif diminta dibicarakan ulang.

Sementara itu, Sultan juga berpendapat bahwa sikap kritis dari stakeholder yang ada juga harus disikapi positif oleh pemerintah. Apalagi aksi penyampaian pendapat di depan umum juga sangat konstitusional.

Hanya saja ia tetap memberikan atensi kepada pihak yang melakukan aksi unjuk rasa atar tidak mengdepankan sikap-sikap anarkisme.

“Aksi-aksi penolakan yang dilakukan kelompok buruh dan juga belakangan diikuti oleh mahasiswa, itu wajar saja, karena itu hak warga negara. Diharapkan aksi-aksi itu tidak dilakukan dengan anarkis sehingga merugikan kepetingan umum,” katanya.

Namun BEM Uhamka akan menyikapi dengan membuat kajian-kajian yang nantinya akan dibawa ke DPR sebagai bahan masukan, perbaikan naskah RUU yang diajukan pemerintah ke DPR.

“Saya kira sikap BEM Uhamka tetap kritis terhadap Omnibus Law tetapi juga memberi solusi untuk masalah ini,” tambahnya.

Saat ini pihaknya sedang cooling down dari isu Omnibus Law dan sedang konsentrasi memantau perkembangan wabah corona. Dia mendukung sikap pemerintah dalam mengatasi wabah corona dengan kebijakan sosial distancing atau menjaga jarak.

“Karena sekarang pemerintah sedang mengatasi wabah corona, sebaiknya kita hentikan sejenak untuk kegaduhan Omnibus Law dan fokus membantu pemerintah dengan tidak keluar rumah sehingga dapat mengurangi resiko penularan dan penyebaran virus corona,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.