JAKARTA – Aksi unjuk rasa mendukung Revisi UU KPK yang mengatasnamakan Himpunan Aktivis Milenial Indonesia (HAM-I) mencoba memberikan klarifikasi terhadap adanya pemberitaan yang menyimpang dari fakta, bahwa kekacauan di depan Gedung KPK adalah ulah massa aksi.

Padahal menurut mereka, kerusuhan tersebut terjadi lantaran ada provokasi dari Pegawai KPK terhadap perwakilan massa aksi meminta agar kain hitam penutup logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipasang oleh pegawai KPK dicopot.

“Dalam pantauan HAM-I yang memang terlibat dan ada di lapangan, oknum KPK sengaja memprovokasi, menyulut amarah, bahkan melakukan tindakan kekerasan dengan memukuli massa aksi. Suasana jadi chaos, rusuh tak bisa dikendalikan,” kata koorlap HAM-I, Asep Irama dalam keterangannya, Jumat (13/9/2019).

Berikut adalah klarifikasi lengkap dari koordinator nasional HAM-I, Asep Irama terkait dengan insiden kerusuhan di depan gedung KPK itu.

HAM Indonesia Mengutuk Aksi Premanisme Oknum KPK kepada Massa Aksi

Pertama-tama, beberapa pemberitaan soal aksi demonstrasi berujung ricuh di depan Gedung KPK pada Jumat (13/09/2019) siang kurang tepat sebagaimana fakta lapangan. Karena itu, Himpunan Aktivis Milenial Indonesia (HAM-I) merasa perlu untuk memberikan klarifikasi tentang kronologi aksi hingga terjadi chaos. Klarifikasi ini penting selain untuk mencegah pemberitaan menyimpang, juga untuk merawat persepsi publik supaya tidak miss-understanding.

Aksi protes yang digelar oleh Himpunan Aktivis Milenial Indonesia (HAM-I) di depan Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, berjalan sesuai rencana. Massa aksi yang berjumlah sekira 500 orang dengan satu mobil komando tertib tiba di lokasi sekira pukul 01.45 WIB. Sebagaimana lazimnya unjuk rasa, koordinator lapangan dan koordinator nasional HAM-I melakukan orasi bergiliran. Orasi yang disampaikan memuat sejumlah poin tuntutan. Semuanya berjalan normal dan kondusif.

Dalam orasi, HAM-I mendukung dan mengapresiasi DPR untuk merumuskan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam kajian komprehensif, Revisi UU KPK samasekali tidak ada tendensi mengamputasi dan melemahkan lembaga antirasuah, tetapi justru menguatkan. Kemudian, HAM-I juga mengucapkan selamat atas dipilihnya Firli Bahuri sebagai Ketua beserta empat komisioner KPK 2019-2023.

Dalam poin tuntutan lain –yang kemudian menjadi musabab aksi berjalan ricuh– adalah meminta KPK mencopot kain hitam yang menutupi logo KPK. HAM-I meminta secara baik-baik kepada pihak KPK untuk menurunkan kain hitam yang menutupi logo KPK tersebut. Pasalnya, dalam hemat kami, sebagai lembaga pemerintah yang dibiayai oleh rakyat, Wadah Pegawai KPK tidak berhak ‘mensabotase’ KPK dengan menutupi atribut lembaga rakyat tersebut.

Menutupi logo KPK dengan kain hitam yang dilakukan WP KPK justru kelihatan tidak etik. Setelah polemik UU KPK dan seleksi Capim KPK, usaha untuk menutupi logo KPK dengan kain hitam oleh WP KPK sendiri hanya bertendensi politis. Biarkan logo KPK dilihat publik. KPK tidak pernah mati hanya karena polemik; KPK akan tetap menjadi kawahcandradimuka pemberantasan tindak rasuah di Indonesia. Kenapa harus ditutupi?

Perwakilan KPK mestinya menemui massa protes di luar gedung yang dijaga ketat aparat kepolisian. Protes ini mesti tersalurkan secara baik-baik melalui komunikasi antar muka. Namun, permintaan dan tuntatan HAM-I beserta sejumlah massa aksi tidak ‘diindahkan’ oleh WP KPK. Karena itu, massa mulai merengsek ke depan, terjadi aksi hadang-hadangan dengan pihak kepolisian.

Suasana aksi terpantau makin memanas. HAM-I lalu mengutus 10 orang perwakilan dari massa untuk masuk ke ruang lobby Gedung KPK untuk mencopot kain hitam yang menutupi logo KPK tersebut. Keputusan ini diambil mengingat tidak ada respon baik atas permintaan dan tuntutan massa aksi kepada KPK. Karena itu, 10 orang tersebut bukan sama sekali massa penyusup sebagaimana diberitakan di beberapa media.

Namun demikian, HAM-I sangat menyesalkan praktik premanisme yang dilakukan oleh beberapa oknum KPK kepada massa aksi, terutama 10 orang yang hendak mencopot kain hitam tersebut. Dalam pantauan HAM-I yang memang terlibat dan ada di lapangan, oknum KPK sengaja memprovokasi, menyulut amarah, bahkan melakukan tindakan kekerasan dengan memukuli massa aksi. Suasana jadi chaos, rusuh tak bisa dikendali.

Aparat kepolisian kemudian mengamankan beberapa dari massa aksi yang tersulut emosi. Gas air mata ditembaki berkali-kali. Kemelut tersulut dan sempat terjadi aksi saling lempar antar massa dan polisi. Semua kejadian ini susah dikendali.

Atas kejadian itu, HAM-I mengambil sikap: (1) Mengutuk keras aksi premanisme yang dilakukan oleh oknum KPK; (2) Meminta KPK bertanggungjawab atas kejadian ricuh tersebut; (3) HAM-I akan menempuh jalur hukum dan meminta polisi menangkap aknum KPK yang merusuh, memprovokasi, melakukan aksi kekerasan; (4) Meminta pihak kepolisian untuk menyita rekaman kamera CCTV di Gedung KPK sebagai unjuk bukti premanisme oknum KPK; (5) Meminta media massa tidak menuliskan kronologi dan fakta yang keliru; (6) Mendesak KPK segera menurunkan kain hitam yang menutupi logo KPK sebagai simbol negara. Bila tuntutan tersebut tidak segera dipenuhi, HAM-I akan kembali melakukan aksi di depan Gedung KPK dengan jumlah massa lebih banyak.

Demikian klarifikasi dan pemberitahuan Himpunan Aktivis Milenial Indonesia (HAM-I) sebagai salah satu organisasi yang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung KPK siang tadi. Semoga hal ini menjadi rujukan semua pihak. Terimakasih.

Temukan juga kami di Google News.