JAKARTA – Sejumlah masyarakat yang mengatasnamakan diri Aliansi Masyarakat Pekalongan menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera bisa memanggil dan menahan Bupati Pekalongan, Asip Kholbihi.

Alasan mengapa mereka mendesak agar Bupati Asip Kholbihi diadili adalah terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi saat sang Bupati masih menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan untuk periode 2009-2014 lalu.

“Kami meminta agar KPK segera mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial Kabupaten Pekalongan tahun anggaran 2014-2015 yang ditangani Kejati Jawa Tengah dengan indikasi kerugian keuangan negara sebesar RP 7.340.798.931,” kata koordinator lapangan, Yudianto di depan gedung KPK, Kamis (16/5/2019).

Disampaikan Yudianto, bahwa pada tahun 2014 Pemerintah Kabupaten Pekalongan telah mengalokasikan anggaran belanja Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Keuangan dan Hibah dengan total Rp60,7 miliar. Dimana rincian Bansos tersebut adalah sebesar Rp7,1 miliar, Hibah Rp10,060 miliar, Bantuan Keuangan ke Desa Rp42,6 miliar dan bantuan keuangan Parpol Rp935 juta.

Dari dana tersebut, diindikasikan telah terjadi penyimpangan seperti dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jateng pada bulan Maret 2015 sebesar Rp7,340 miliar. Dimana penggunaan anggarannya belum dibuatkan laporan pertanggung jawabannya.

“Hasil pemeriksaan dokumen menunjukan terdapat penerima hibah bantuan sosial dan bantuan keuangan belum menyampaikan laporan pertanggung jawabannya (LPJ) kepada Bupati,” terangnya.

Dan yang dipersoalkan oleh Yudianto, bahwa selain persoalan LPJ yang belum rampung itu juga terdapat dugaan bahwa dana bantuan sosial yang dimaksud juga tidak dipergunakan sebagaimana mestinya.

“Sejumlah penerima bantuan Bansos diketahui tidak menggunakan dana bantuan sesuai ketentuan. Salah satu penerima hibah di Dukuh Pesantren Kelurahan Sragi, Kecamatan Sragi mengakui masih menyisakan Dana Bansos,” ujarnya.

Tidak hanya persoalan penggunaan dana bansos yang tidak sesuai ketentuan. Yudianto juga menyebutkan bahwa penunjukan penerima dana bantuan tersebut juga diduga fiktif, bahkan ada indikasi hanya menjadi bancakan kalangan anggota dewan di Kabupaten Pekalongan saat itu.

“Daftar penerima yang mereka ajukan diduga fiktif, termasuk proposal baru diajukan saat pencairan. Dana disebut justru dibagi-bagi dan dinikmati anggota dewan,” kaya Yudianto melanjutkan.

Kasus yang bergulir di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah tersebut juga sempat menghadirkan mantan anggota dewan di DPRD Kabupaten Pekalongan atas nama Muhammad Ayin. Menurut Yudanto, Ayin sudah mengakui bahwa dirinya juga mendapatkan uang Rp45 juta dalam kasus tersebut.

“Muh Ayin, anggota DPRD Pekalongan 2009 -2014 sendiri mengakui menerima dana Bansos sebesar Rp. 45 Juta. Seluruh anggota DPRD dapat semua, masing masing Rp45 Juta. Untuk Ketua dan Wakil Ketua, jumlahnya lebih banyak,” paparnya.

Sayangnya, kasus tersebut sampai saat ini dinilai Yudianto pun tak jelas arahnya. Sehingga pihaknya pun mendorong agar kasus yang ditangani Kejati Jawa Tengah tersebut dapat diambil alih oleh KPK saja.

“Untuk itu demi tegaknya hukum dan keadilan, kami yang tergabung dalam Masyarakat Pekalongan Anti Korupsi meminta KPK untuk segera ambil alih kasus dugaan korupsi Bansos Kabupaten Pekalongan T.A. 2014 yang saat ini ditangani oleh Kejati Jawa Tengah,” tegasnya.

“Karena Kami menilai Kejati Jawa Tengah tidak sungguh-sungguh dalam menangani kasus dugaan korupsi Bansos Kabupaten Pekalongan 2014 yang diduga kuat melibatkan semua anggota DPRD Kabupaten Pekalongan periode 2009-2014, serta Asip Kholbihi, Bupati Pekalongan,” tutupnya.

Temukan juga kami di Google News.