Oleh: Saiful Huda Ems (SHE)

Pertarungan pilitik dalam PILPRES 2019 bagi saya sebenarnya bukan hanya pertarungan antara Jokowi-MA vs Prabowo-Uno, namun ada yang lebih dahsyat daripada itu, yakni pertarungan politik Nahdlatul Ulama (NU) vs Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang akan menandai lenyap totalnya HTI di bumi Indonesia, setelah PTUN menyatakan dalam vonisnya bahwa HTI telah melanggar Pasal 59 ayat (4) huruf (c) Perppu ORMAS jo. Pasal 59 ayat (4) UU ORMAS, hingga PTUN dan PTTUN menguatkan putusan Pemerintah yang menyatakan HTI sebagai ORMAS terlarang dan telah resmi dibubarkan.

Kendatipun demikian, sudah menjadi rahasia umum bahwa meski HTI telah resmi dibubarkan, kader-kader HTI masih terus bergerak untuk menyebarkan virus-virus ajaran terlarangnya, hingga muncullah Peristiwa Pembakaran Bendera HTI di Garut yang kemudian dipolitisasi sampai nyaris terjadi benturan fisik antara NU (baca: Banser) vs Islam radikalis yang diprovokasi oleh HTI.

Sekali lagi sejarah telah membuktikan, betapa NU selalu berada di garis terdepan menghadapi kelompok-kelompok pengacau negara yang berkedok bela agama.

Pengaruh Hizbut Tahrir dalam menanam dan menumbuhkan benih-benih radikalisme di negeri ini bahkan di dunia sedemikian sangat kuatnya, dan semua ini terjadi karena Hizbut Tahrir yang bersumber dari pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab yang populer dengan ajaran Wahabinya, merupakan cikal bakal munculnya kelompok-kelompok Islam ekstrem di dunia. Hizbut Tahrir sejatinya merupakan Partai Politik yang di Indonesia menyamar dengan bentuk ORMAS dengan nama HTI.

Dan percayalah, tidak akan ada satu kekutan Partai Politik atau ORMASpun yang bisa dengan cerdas dan berani menghadapinya kecuali Nahdlatul Ulama.

NU didirikan oleh ulama-ulama besar dan mashur di Nusantara, yang tidak hanya memiliki kapasitas intelektual ilmu keagamaan yang tinggi, melainkan juga kemampuan berpolitik yang sangat dahsyat. KH. Hasyim Al-Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah merupakan dua ulama besar pendiri NU yang sangat cerdas dan visioner.

Beliau berdua terbukti dapat memprediksi dan mengantisipasi kejadian-kejadian kehidupan keberagamaan dan kebangsaan di masa depan. Itulah mengapa beliau berdua menjadi tokoh-tokoh pendiri NU yang legendaris dan sangat memukau hingga di puluhan tahun setelah wafatnya.

KH. Hasyim al-Asy’ari dikenal sebagai ahli Ilmu Hadits dan banyak menyuplai ajaran-ajaran keislaman yang sangat moderat, sedangkan KH. Wahab Hasbullah selain keluasannya dalam Ilmu Agama beliau juga dikenal sebagai pemikir politik yang ulung. Kita bisa sedikit melihat dan merasakan kedahsyatan pemikiran politisnya dengan mendengar dan meresapi syair lagu YA LAL WATHAN yang kemudian digubah oleh KH. Makmun Zubair dan dijadikan lagu mars NU yang akhir-akhir ini sering kita dengarkan dimana-mana, di berbagai pertemuan-pertemuan besar NU.

Menjelang berdirinya NU di Tahun 1926 ulama-ulama NU tampil mengkritisi pengaruh Wahabi di dunia dengan mengirimkan delegasinya ke Hijaz (Mekkah dan Madinah) yang populer disebut Komite Hijaz dan yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya NU. Mereka memprotes Raja Ibnu Saud (ket: Raja Najed yang beraliran Wahabi) yang kala itu hendak menggusur makam-makam keramat seperti diantaranya makam Muhammad Rasulullah saw.
Dan kini setelah hampir satu abad aksi spektakuler ulama-ulama besar NU itu, generasi baru ulama-ulama NU kembali tampil ke depan untuk menghadapi gerombolan pengikut ajaran Wahabi yang sudah beranak pinak menjadi berbagai ORMAS seperti HTI di Indonesia.

Ini pertempuran politik dan ideologis terbesar sepanjang sejarah Indonesia setelah NU menghadapi pengaruh komunisme yang dipresentasikan oleh PKI di tahun 1965. Ini pertempuran politik dan ideologis paling rumit sepanjang sejarah perjuangan NU, karena kali ini virus Wahabisme telah merasuki kepala-kepala berbagai anak bangsa negeri ini yang tersebar di mana-mana, dan di masa menjelang PILPRES 2018 ini mereka telah berpenetrasi ke kubu salah seorang Capres-Cawapres, yang jika Capres-Cawapres itu menang maka Indonesia akan menjadi lautan pengikut Islam radikalis yang sangat mengerikan.

Sekarang keputusan ada di tangan kalian, jika ingin melihat Indonesia ke depan menjadi lautan gerombolan radikalis maka lihat dan ikutilah kemana HTI mendukung Pasangan Capres-Cawapres. Namun jika kalian ingin melihat Indonesia ke depan jauh lebih aman dan damai, tidak ada lagi intimidasi, persekusi dan ketegangan antar suku dan antar pemeluk agama maka ikutilah kemana NU mendukung dan menjatuhkan pilihan politiknya. Sangat mudah sekali melihatnya bukan? Wallahu a’lam bishawab…(SHE).

Penulis adalah Advokat yang juga menjadi Kuasa Hukum Kementrian Hukum dan HAM RI saat menghadapi Gugatan HTI di PTUN serta Ketua Umum Pimpinan Pusat HARIMAU JOKOWI.

Temukan juga kami di Google News.