Jakarta – Dalam rangka mengulas langkah-langkah reforma agraria yang sedang dan akan dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi-JK, baik dari hulu dalam bentuk redistribusi tanah, maupun hilir dalam bentuk sertifikasi tanah, hari ini, Jum’at 25 Januari 2019, AMIRA (Aliansi Masyarakat Milenial untuk Reforma Agraria) kembali mengadakan diskusi terbuka di Comic Cafe, Tebet, Jakarta Selatan.

Diskusi yang dikemas dengan “Bincang Reforma Agraria era Pemerintahan JKW-JK”, menghadirkan narasumber Cahyo Gani Saputro, Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI), Ridwan Darmawan SH, Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (PETANI), Ahmad Rifai, Serikat Tani Nasional (STN), Dr Benny Soediro, Keluarga Besar Marhein (KBM), Perwakilan dari Koalisi Rakyat Nasional (KORNAS) Jokowi.

Ketua Umum Serikat Tani Nasional (STN), Ahmad Rifai, menyatakan saat ini langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) membagi-bagikan sertifikat kepada rakyat miskin kerap diplesetkan oleh pihak lawan. Padahal hal tersebut benar adanya.

“Kalau aktivis, oposisi yang mengatakan seritifikat itu hoaks sekali lagi itu keliru. Sertifikat itu ada,” ungkap Ahmad Rifai.

Lebih lanjut, Ahmad Rifai mengakui masa pemerintahan Jokowi-JK ini sedang giat-giatnya melaksanakan Reforma Agraria dengan cara soft, agar Reforma Agraria berjalan dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak serta kegaduhan. Di samping redistribusi lahan, pembagian bibit tanaman pertanian dan lain lain, pelaksanaan RA juga dilakukan di hilir, dengan cara bagi-bagi sertifikat.

Untuk itu Ahmad Rifai menyerukan agar program Reforma Agraria harus didukung sepenuhnya oleh rakyat, agar ke depan ada keadilan dalam penguasaan lahan.

“Kemandirian pangan bisa terwujud dengan menjadikan Petani sebagai pilar utama dan juga rakyat memiliki alat produksi sendiri untuk mengembangkan kehidupannya, menuju kehidupan yang sejahtera,” tambah dia.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Bincang Reforma Agraria yang dipandu oleh Vivin Sriwahyuni, Cahyo Gani Saputro (ISRI) mengemukakan bahwa agraria itu bukan hanya tanah melainkan apa yang dijabarkan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 45, dan sampai sekarang ada ketimpangan kepemilikan lahan, contohnya untuk kawasan hutan hanya sekitar 45% lahan hutan dikuasai rakyat, selebihnya dikuasai oleh swasta.

“Ketimpangan kepemilikan lahan inilah yang menjadi latar belakang bagi pemerintah JKW-JK untuk melaksanakan Reforma Agraria,” terang dia.

Sedangkan Ridwan Darmawan Ketua Persaudaraan Mitra Tani mengatakan Reforma Agraria jangan hanya berhenti pada pembagian lahan saja, tetapi harus menjadi langkah strategis untuk mewujudkan kemandirian pangan di Indonesia.

“Yang dilakukan Jokowi dalam reformasi agraria menjadi suatu harapan baru. Lantaran merubah ketimpangan sistem reformasi agraria yang dulunya lebih cenderung kepada pemilik modal dan penguasa kini mulai bertahap diserahkan kembali ke rakyat kecil,” sebutnya.

Ridwan menyarankan agar pemerintah mengsinkronisasi dengan pasal lain, yang berhubungan dengan pertanian. Ada UU perlindungan petani, lahan pengan berkelanjutan. “Harus ada next spesialis lahan panahan, dan ini harus ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah,” katanya.

Selanjutnya, Desi (KORNAS) Jokowi menyampaikan jika Reforma Agraria di era Jokowi-JK, tidak hanya memberi sertifikat tanah saja tetapi juga memberikan bibit tanaman pekebunan bagi penerima sertifikat tanah tersebut.

Hal senada juga diutarakan Beny Soediro (KBM), bahwa sekarang ini dibutuhkan Land Refom, Land Konsolidasi serta Pelayanan Prima. Bahwa lanrdreform dan land konsolidasi itu bukan untuk tanah di darat saja, tetapi juga tanah di laut dengan membuat batas-batas lahan kepada petani rumput laut dan garam.

“Untuk mendukung keberhasilan Reforma Agraria, ASN harus bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat, dengan melayani apa yang dibutuhkan masyarakat, inilah yang disebut Layanan Prima,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.