JAKARTA – MASYARAKAT perikanan atau kalangan nelayan merupakan basis massa yang paling rawan terpancing dengan berbagai informasi yang menyesatkan (hoaks). Hal ini diakui Ketua Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto usai menggelar konferensi pers dukungan terhadap pemerintah untuk Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden 2019 Damai di Sekretariat FNI, Jakarta Selatan, Minggu (4/11).

Untuk itu menjadi hal penting bagi para nelayan untuk bertekad bulat agar tidak mudah terpancing isu SARA dan hoaks yang bisa berujung pada ketidakharmonisan lingkungan masyarakat nelayan.

Rusdi berharap masyarakat nelayan tetap tenang dan berpartisipasi serta mendukung pemerintah dalam hal menjaga ketertiban dan keamanan.

“Peran pemerintah terhadap para nelayan sekarang ini sudah cukup bagus meski sebelumnya sempat terjadi kontroversi. Namun akhirnya pemerintah bisa membuktikan adanya perbaikan di sektor maritim, kelautan, dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan pada target produksi ekspor, pembangunan infrastruktur maritim terutama di Papua, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta di seluruh pelabuhan Nusantara,” papar Rusdianto.

Dalam satu tahun terakhir, periode 2017-2018 berdasarkan data Badan Pusat Statistik, menurut Rusdianto, nilai tukar nelayan mengalami kenaikan 13%, sementara nilai ekspor meningkat hingga 40% untuk komoditi unggulan ikan tuna, kepiting, dan plagis yang banyak didapat dari kawasan perairan Nusa Tenggara seperti Kupang, Pulau Komodo, Teluk Saleh, serta Sumatra.

Sementara itu, berdasar kajian Lembaga Bantuan Hukum Nelayan mendapati masih perlu adanya perbaikan dalam kebijakan pemerintah, khususnya pada pengawasan pelanggaran penangkapan kerang, kepiting dan sebagainya, di perairan Nusantara agar diterapkan sistem klaster.

Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan pendekatan secara persuasif kepada para nelayan (masyarakat perikanan) perihal kebijakan baru terkait larangan penggunaan alat tangkap untuk mencari ikan.

Perizinan penangkapan di bawah Kementerian Perhubungan sejauh ini juga masih mengalami kendala khususnya di Syahbandar. Berbeda dengan perizinan yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan yang cenderung lebih mudah.

Adapun dari sisi keamanan, lanjut Rusdianto, sudah lebih terjamin, meski masih ditemukan sejumlah pelanggaran oleh para nelayan.

Pada sektor infrastruktur di wilayah timur, terutama di NTT, NTB, dan Pulau Sumbawa serta Lombok, belum maksimal. Di Pesisir Lombok, infrastruktur pelabuhan pendaratan tempat pelelangan ikan belum maksimal.

“Kemudian di Pulau Sumbawa wilayah perairan Teluk Saleh ada 167 desa belum memilikinya. Dan saat ini ada sekitar 4 jutaan nelayan yang berada di dalam wadah organisasi FNI,” urainya.

Terkait dengan upaya penegakkan hukum dalam penggunaan cantrang (pukat mesin) sebagai alat tangkap ikan, advokat pendamping nelayan dari LBH Nelayan, Khaeruddin Sateluk, berharap ada sosialisasi yang persuasif yang dilakukan oleh aparat hukum setempat untuk menegakkan proses hukum. Sebab, menurutnya, tujuan dari kebijakan yang dibuat oleh Menteri KKP sangat baik hanya saja perlu ada pendekatan yang persuasif dan dilakukan bersama-sama.

“Ini sedikit masukan kita dari LBH Nelayan kepada Pemerintah. Sebab kita tahu tujuan dari kebijakan Menteri Susi (Pudjiastuti) sangat luar biasa bagus karena penggunaan cantrang memang sangat berbahaya bagi kelestarian biota laut di perairan Indonesia, hanya saja kita sebagai masyarakat berharap ada komunikasi yang baik dari para penegak hukum dengan masyarakat  kerja dikalangan Pemerintahan (baik Polairud maupun KKP sendiri),” ujar Khaeruddin Sateluk dari LBH Nelayan di tempat yang sama.

Ia menambahkan, apabila pemerintah membuktikan komitmennya dalam memperbaiki nasib nelayan, maka para nelayan Indonesia akan mendukung Pileg dan Pilpres 2019 yang damai dan aman di seluruh Indonesia

Khaeruddin juga mengungkapkan bahwa peningkatan infrastruktur perikanan di kawasan NTT dan NTB sejauh ini belum maksimal. Namun, sejak kemunculan Inpres Nomor 7/2016 tentang Pembangunan Perikanan, masyarakat luas baru benar-benar memahami.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, FNI dengan tegas menyatakan dukungannya terhadap pemerintah dalam menata sektor maritim, kelautan, dan meminta para nelayan tenang menghadapi Pemilu 2019.

Menurut FNI, sasaran pengembangan ekonomi maritim, perikanan, dan kelautan bisa dimanfaatkan sumber daya kelautan, tersedianya data dan informasi sumber daya kelautan terintegrasi untuk mendukung pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, terwujudnya tol laut dan upaya meningkatkan pelayanan angkutan laut dan konektivitasnya.

Dalam konteks tersebut, FNI, Lembaga Bantuan Hukum Nelayan Indonesia (LBHNI), dan Masyarakat Lobster Indonesia (Malobi) menyatakan mendukung peran strategis pemerintah dalam kebijakan poros maritim, yakni memperlancar rantai konektivitas serta jalur distribusi logistik diberbagai kepulauan Indonesia.

Temukan juga kami di Google News.