Jakarta – Center For Budget Analysis (CBA) mengkritisi langkah pemerintah yang mengajukan proposal APBN Perubahan 2016 ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berisikan pengurangan alokasi anggaran kementerian atau lembaga negara. Dalam proposal yang diajukan ke DPR itu sebesar Rp. 50 Triliun, namun beredar kabar dari internal Banggar DPR, alokasi pengurangan tersebut bisa melebihi diatas Rp. 70 Triliun.
“Pemerintah untuk mengelabui publik, menyatakan bahwa pengurangan alokasi anggaran untuk setiap kementerian atau lembaga negara dikatakan untuk tujuan penghematan anggaran. Ini artinya pemerintah Jokowi memakai istilah penghematan anggaran, sengaja untuk mempelintir otak publik agar bisa ikut membebek kebodohan pemerintah,” ungkap Direktur CBA Uchok Sky Khadafi, Senin (13/6/2016).
Menurut dia, adanya pengurangan atau “mutilasi” alokasi anggaran di setiap kementerian/lembaga negara memperlihatkan ke publik bahwa Presiden Jokowi mempunyai syahwat tinggi tapi kemampuannya nol. Seharusnya Jokowi dalam APBN Perubahan 2016 bukan melakukan mutilasi anggaran tetapi meningkatkan alokasi anggaran pada kementerian atau lembaga yang mempunyai kinerja yang baik dimata publik. Oleh karenanya, lanjut Pengamat Anggaran Politik itu, pihaknya meminta kepada wakil rakyat untuk menolak proposal Presiden Jokowi yang diduga melakukan mutilasi anggaran ini.
“Kami meminta kepada Ketua DPR Ade Komaruddin selaku mantan aktivis harus menunjukan keberpihakannya kepada kepentingaan publik yakni dengan menolak seluruh proposal APBN P 2016 atas mutilasi anggaran pada setiap kementerian atau lembaga dengan total kemungkinan bisa diatas Rp. 70 Triliun,” jelasnya.
Kata Uchok, dengan melakukan penolakan DPR atas mutilasi anggaran itu berarti DPR telah menunjukan kewibawaan lembaga parlemen. Karena DPR sekarang setara dengan Presiden, ia menghimbau agar tidak dijadikan sebagai stempel Jokowi. “Kalau DPR hanya jadi stempel Presiden Jokowi lebih baik pulang kampung saja, tidak usah jadi wakil rakyat karena memalukan sekali,” tuturnya.
Lebih lanjut, Uchok pun membeberkan 10 korban mutilasi anggaran Presiden Jokowi yakni pertama, Kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat anggaran dimutilasi sebesar Rp. 8.4 Trilun. Kedua, Kementerian pendidikan dan budaya anggaran dimutilasi Rp 6.6 Triliun. Ketiga, Kementerian pertanian anggaran dimutilasi sebesar Rp.3.9 Triliun, Berikutnya, Kementerian perhubungan anggaran dimutilasi sebesar Rp.3.7 Triliun. Kelima, KKP anggaran dimutilasi sebesar Rp.2.8 triliun. Selanjutnya, Kemenhan anggaran dimutilasi sebesar Rp.2.8 Triliun, Kemen Ristek dan Dikti anggaran dimutilasi sebesar Rp.1.9 Triliun, Kemensos anggaran yang dimutilasi sebesar Rp.1.5 Triliun, dan terakhir Polri anggaran dimutilasi sebesar Rp.1.5 Triliun.
“Dengan mutilasi anggaran ini akan berdampak kepada terganggu kepentingan atau pelayanan publik. Misalnya Polri dimutilasi sampai Rp. 1,5 Triliun maka banyak penjahat yang begitu senang dan gembira karena polisi tidak sanggup untuk memproses secara hukum. Atau Komisi Yudisial tidak akan bisa lagi melakukan pengawasan atas hakim-hakim yang nakal lantaran tidak punya anggaran. Dan dengan contoh ini, Apakah ini yang diinginkan oleh Presiden Jokowi dan DPR,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan