Jakarta – Aktivis HMI Cabang Jakarta Pusat Utara Fadli Rumakefing menyebutkan bahwa berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah kepulauan di Indonesia sebanyak 17.504 pulau, 1.340 suku, dan 546 bahasa.

Namun, kata Fadli, Indonesia di kepemimpinan rezim hari ini mengalami berbagai problematika baik dari segi Ekonomi, Politik, Hukum Sosial dan Budaya, bahkan sampai dengan Ideologi bangsa (PANCASILA).

“Pancasila sebagai Ideologi bangsa hari ini hanya menjadi Ideologi semboyan oleh penguasa. Selalu di denggungkan dalam setiap acara acara resmi kenegaraan. Namun dalam aplikasi di lapangan jauh dari cita – cita dan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila,” terang Fadli, hari ini.

Menurut dia, nilai-nilai tauhid, kemanusiaan, dan keadilan jauh dari praktik kehidupan berbangsa dan bernegara oleh penguasa. Hilangnya nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila berdampak pada pengelolaan negara yang tidak baik karena terjadinya masalah sosial yakni; meningkatnya kesenjangan sosial, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar, utang luar negeri yang membengkak, lemahnya penegakan dan ketidakadilan hukum, munculnya politik identitas yang berdampak pada perpecahan bangsa.

“Indonesia mengalami berbagai gejolak sosial yang itu berdampak besar pada pudarnya kerukunan, kekeluargaan dan keharmonisan bangsa,” ujarnya.

Dikatakannya, Bung Hatta pernah menyampaikan bahwa “Jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekedar nama dan gambar seuntaian pulau di peta”.

Fadli melanjutkan Pancasila tidak boleh sekedar menjadi dasar negara yang beku, tetapi menjadi hidup dan relevan karena selalu didiskusikan dalam kehidupan sehari – hari. Pancasila tidak semata – mata menjadi domain negara, yang karenanya rakyat tidak perduli, tetapi berada diranah publik, dalam sebuah ruang bersama dan dirawat bersama – sama untuk menjadi acuan solusi bagi berbagai permasalahan kebangsaan kita.

“Tugas besar kita sebagai generasi masa depan bangsa adalah menghidupkan kembali Pancasila sebagai ideologi yang hidup ( living ideology ) dan ideologi yang bekerja ( working ideology ) yang adaptif dan responsif di ruap publik kebangsaan kita,” tukasnya.

Temukan juga kami di Google News.