Jakarta – Baru-baru ini muncul wacana pembentukan holding BUMN Migas dengan menggabungkan dua perusahaan yaitu Pertamina dan Perusahaan Gas Negara (PGN).

Disebutkan Pusat Kajian Ekonomi Politik UBK, Salamuddin Daeng, ada dua skenario yang dimunculkan, pertama skenario agar penggabungan tersebut tidak akan mengganggu kepemilikan publik dalam holding BUMN tersebut.

“Artinya, nanti swasta yang sekarang memiliki saham 43% di PGN selanjutnya akan memiliki saham dalam perusahaan holding tersebut,” kata Salamuddin, Jumat (3/6/2016).

Dikatakan dia, wacana tersebut dinilai sangat membahayakan Pertamina yang sampai saat ini sahamnya 100 % dimiliki oleh negara. Jika skenario itu dijalankan maka secara otomatis Pertamina diprivatisasi dan terdapat kepemilkan swasta di dalamnya.

Berikutnya, lanjut Salamuddin, skenario lainnya Pertamina membeli keseluruhan saham publik yang ada di PGN. Dengan demikian maka secara otomatis PGN akan menjadi anak perusahaan Pertamina. Rupanya wacana ini menyebabkan saham PGN naik dalam beberapa bulan terakhir.

“Kelihatannya wacana ini ideal bagi pertamina. Tapi tunggu dulu ! bagaimana sebenarnya kepemilikan publik dan penguasaaan asing atas PGN ?,” terang dia.

Dijelaskannya, saham PGN kini telah jatuh dari Rp 5.431 /lembar pada awal tahun 2015 menjadi Rp2.480 /lembar pada Mei 2016, atau merosot lebih dari 54 % pada periode tersebut. Akibatnya keuntungan bersih PGN turun dari 306 juta dolar US pada tahun 2015 dari 591 juta dolar US pada tahun 2014 atau sebesar 48%.

Sampai 30 September 2015 total asset 6.821 juta dolar US. Sementara Equity perusahaan sebesar 2.908 juta dolar US. Selanjutnya Debt to Equity sebesar 0,85 meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 0.64. Sementara total utang PGN yang merupakan utang luar negeri mencapai 2.471 juta dolar US atau sekitar Rp. 33,369 triliun.

Selanjutnya kepemilikan publik di PGN sekitar 43% yang merupakan hasil dari privatisasi selama ini. Jika diakumulasikan utang dengan kepemilikan swasta dalam PGN maka nilainya mencapai 5.404 juta dolar US atau sekitar Rp 73 triliun rupiah atau setara dengan 79,2% asset PGN.

“Dengan demikian maka jika Pertamina membeli saham publik di PGN serta membeli semua utang PGN maka nilainya sebesar Rp. 73 triliun. Ditengah keringnya liquiditas pertamina akibat menurunnya harga minyak, sementara pada sisi lain dipaksa membeli PGN maka ini adalah skenario membobol Pertamina hingga bangkrut,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.