Oleh

Hadi Dulfikri

Politeknik Negeri Jakarta (PNJ)
Semester 3 jurusan Akuntansi

Jakarta – Lelah kaki ini, tetesan keringat ini. Biarlah jadi saksi, dan memperberat timbangan amal di yaumul hisab nanti. Pekikan takbir, lantunan doa menambah nuansa syahdu.

Pakaian putih di kanan kiri, membuatku bertanya-tanya. Kiranya bagaimana keadaanku nanti di Padang Mahsyar, masihkah segembira ini? Bisa bercanda, senda gurau dengan sanak saudara. Haus dan lapar tak jadi masalah karena penjual makanan bersebaran di setiap sudut. Akankah seperti ini? Kiranya tidak.

Syahdan, bicara tentang Palestina. Terpisah jarak ratusan ribu kilometer. Berbeda bendera negara, tersekat oleh puluhan negara. Namun sepertinya dekat sekali, tangisannya. Seolah ada di sampingku.

Pecah sudah tangisku membayangkan. Aku dan mereka mungkin tak punya ikatan darah, namun ikatan kemanusiaan dan iman rasanya sudah cukup untuk membuatku menolong mereka. Tapi apa yang bisa ku perbuat?

“Pergi Aksi, Nyatakan dukungan” ungkap beberapa orang.

“Ah aku tak suka aksi, bukan cara agama ku lakukan itu. Cukuplah berdoa dan infakkan harta” sahut yang lain.

Bingung bukan kepalang aku, ingin menolong saja masih banyak doktrin perdebatan.

Tapi sepertinya Allah memberikan jawaban lewat pikiranku. Seketika teringat sebuah hadits :

“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.’.” (HR. Muslim)

Membaca kalimat terakhir Rasa-rasanya hatiku bersikeras tak ingin menolong hanya dengan selemah-lemah iman. Jika aku mampu maka akan aku lakukan semampuku. Tapi bagaimana caranya menolong mereka? Harus dengan cara apa? “Hmm..” merenung sesaat.

Sepertinya turun aksi adalah jawaban. Ya, biarlah jika beberapa orang berkata ini salah. Biarlah perdebatan mereka berputar pada diri mereka sendiri. Bagiku, menyatakan dukunganku adalah sebuah bukti kepada saudara ku. Bahwa aku tidak diam saja ketika mereka dijajah, dibunuh, ditembak. Minimal keringat, minimal harta, minimal lelah, minimal doa, dan hal minimal lainnya semoga menjadi saksi untukmu. Semoga doa nya tersampaikan dan semoga semangat ini tersalurkan. Langkah kaki ini dan lelah ini semoga dikonversikan menjadi kekuatan mu wahai saudaraku melawan para penjajah disana. Maafkan aku yang masih bisa tertawa disini bersama kerabat dan keluarga, ketika engkau menangis pilu melihat keluargamu berguguran. Maafkan aku yang masih kurang mendoakanmu disini, disaat hujan mesiu menghujam langit biru mu. Maafkan aku yang masih egois memikirkan diri sendiri, ketika engkau bahkan rela mati demi agamamu. Maafkan aku yang masih sungkan untuk pergi ke masjid, padahal engkau mati-matian mempertahankan Al-Aqsa. Maafkan aku wahai saudaraku. Maafkan aku atas segala kesia-siaan ini.

Temukan juga kami di Google News.