Jakarta – Reuni 212 telah berlalu, kini muncul fenomena baru desakan agar Alumni 212 membuat poros baru yakni partai politik 212. Apalagi jelang HUT nya yang pertama itu, berbagai pihak menuding bahwa acara reuni itu kental dengan nuansa politik.

Dukungan membuat partai politik 212 itu kian mengalir dengan seiringnya waktu yang semakin berkembang. Giliran Akademisi Universitas Mercu Buana Ali Sodikin ikut mengamini agar Alumni 212 membuat Partai Politik 212.

“Untuk menepis fitnah-fitnah dan isu liar atau yang menunggangi ya lebih baik jadi partai politik saja,” kata Ali Sodikin, hari ini.

Menurutnya, jika sudah arahnya ke arah politik maka sebaiknya melalui jalur partai politik biar lebih elegan dan tidak abu-abu gerakannya. Kata dia, jika ormas saja hanya sebatas gerakan sosial kemasyarakatan saja tidak bisa masuk membenahi sistem kenegaraan.

“Kalau memang dari para tokoh-tokoh yang melakukan reuni 212 itu memang ada agenda politik tidak ada salah nya juga, forum itu kita jadikan partai politik. Dan itu kan sah menurut UU lebih elegan dsb,” sebutnya.

“Supaya jelas mainnya daripada muncul isu liar ya mending dibuat parpol,” tuturnya.

Terlebih lagi, kata dia, munculnya penampakan bendera-bendera HTI ditengah-tengah acara reuni akbar kemarin. Kata dia, itu adalah salah satu masalahnya karena tidak menggunakan organisasi resmi parpol sehingga sangat rentan disusupi dan di fitnah.

“Kalau kita berpartai atau didirikan partai kan konstitusi nya jelas atau ADART nya jelas dsb, jadi lebik enak sebenarnya dalam berjuang untuk perubahan-perubahan lebih baik. Kalau diluar kan malah ga jelas gitu kan artinya siapa pemimpin nya, siapa yang bertanggung jawab kita gak tahu dari mana saja mereka. Itu kan yang berbahaya sebetulnya, karena pengalaman dalam sejarah kita kan selalu begitu,” ucap Ali Sodikin.

“Ya ngapain juga ngumpet-ngumpet transparan aja gitu, ikutin sistem. Semua sudah diatur semua dilindungi kan, saya pikir itu lah,” jelasnya.

Sementara itu, Eks Mujahidin Poso Ustadz Farihin mengakui bahwa gerakan reuni 212 yang diikuti jutaan umat memang bersifat gerakan politis. Namun, Farihin menilai dalam melakukan gerakan politis di era demokrasi tidak harus melalui jalur partai politik tapi juga dengan cara lain.

“Masyarakat sudah hilang kepercayaan, nah politik sekarang tu politik istilahnya politik transaksional. Umat Islam dari kalangan menengah ke atas sudah muak lah dengan istilah politik transaksional,” tandasnya.

Temukan juga kami di Google News.