Jakarta – Wasekjen Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (JARI’98) Ferry Supriadi dibuat berang dengan pernyataan anggota Persatuan Jaksa Indonesia (PJI), Reda Manthovani yang mengkritik pembentukan Densus Antikorupsi. Ferry menilai pernyataan Reda Manthovani bukan mewakili suara institusi Kejaksaan.

Ferry menegaskan tidak etis jika pendapat tersebut seolah-olah menyatakan aspirasi dari Jaksa se Indonesia. Justru, kata dia, Reda Manthovani membuat kegaduhan baru di Republik ini.

“Tidak etis sekali jika mengatasnamakan Jaksa se Indonesia, sama saja gerakan ini berindikasi ingin menelikung kewenangan seorang Jaksa Agung dan Kapuspenkum. Sama saja ini overlap dan sepertinya Reda Mantovani ini ada kesan sakit hati pada Jaksa Agungnya,” kata Ferry, hari ini.

Menurut Ferry, ada pola pikir yang tidak sehat pada Reda Mantovani, terlebih menggelar acara konferensi pers yang seolah-olah mengatasnamakan perkumpulan korps Adhayksa itu.

“Bukanlah kapasitas dia untuk mengeluarkan statemen tersebut. Harusnya konferensi pers di Kejagung RI melalui Kapuspenkum dan yang lebih berhak memberikan keterangan itu ya Kapuspenkumnya,” jelasnya.

Harusnya, kata Ferry, Reda Mantovani yang berstatus sebagai Aspidum Kejati Sumsel itu paham herarki institusi dan etika dalam penyampaian pendapat. Dia menyarankan agar Reda Mantovani bersurat dan meminta audiensi kepada Komisi III DPR RI sebab itu adalah wadah penyampaian aspirasi.

“Sebenarnya ini kan ada yang kebakaran jenggot seperti anak kecil yang terancam kehilangan mainan saja. Kelompok pro koruptor inilah yang jadi picu kegaduhan dengan kehadiran Densus Anti Korupsi,” kata dia.

Dia melanjutkan harusnya kubu Reda Mantovani bersikap santai saja dan tidak membuat kegaduhan publik. Tidak ada yang perlu ditakutkan atau dipersalahkan terkait kehadiran Densus Tipikor.

“Jangan-jangan yang memicu kegaduhan dari kehadiran Densus Tipikor itu kelompok-kelompok yang merasa nyaman dengan kelemahan dan kekurangan KPK saat ini. Kan faktanya korupsi di Indonesia semakin menjalar di Indonesia. Karena merasa terganggu, mereka pasti akan menggalang kekuatan atau opini untuk menentang kehadiran Densus Tipikor,” terangnya.

Lebih jauh, Ferry menambahkan bahwa ini adalah kewajiban Polri untuk merespons kasus-kasus Tipikor yang saat ini KPK dianggap belum mampu mencegah kecenderungan korupsi yang semakin marak tersebut.

“Bukan hal yang haram kok. Ini malah kewajiban Polri untuk memback up KPK yang jumlah personilnya masih terbilang kurang dan pekerjaannya masih belum maksimal,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.