Jakarta – Sidang Paripurna Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar telah memutuskan memperjuangkan Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Pasalnya, Soeharto dianggap berjasa sebagai Bapak Pembangunan selama ini.

Menyoroti hal tersebut, Pengacara eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Tiwi menegaskan pihaknya secara tegas menolak wacana upaya penyematan gelar pahlawan kepada Soeharto.

“Sikap LBH Jakarta jelas menolak upaya penyematan gelar pahlawan kepada Soeharto,” tegas Tiwi, Rabu (18/5/2016).

Alasannya, lanjut Tiwi, pihaknya sampai saat ini masih menduga adanya keterlibatan Soeharto dalam peristiwa pembunuhan massal ’65-66. Namun hal ini harus tetap dibuktikan melalui jalur hukum. Oleh karenanya, kata Tiwi, LBH Jakarta sampai hari ini masih menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.

“Salah satunya adalah kasus pelanggaran HAM 65-66,” ucap dia.

Selain itu, sambung Tiwi, rezim otoritarian Soeharto selama 32 tahun jelas bukan sebuah hal yang patut diapresiasi karena banyak dugaan kasus korupsi yang mewarnai pemerintahannya.

Dijelaskannya, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, Dan Tanda Kehormatan (UU No. 20/2009), pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara. Atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Selanjutnya, tambah Tiwi, Pasal 25 dan Pasal 26 UU No. 20/2009, yaitu: pertama, syarat umum (Pasal 25 UU No. 20/2009) WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI, memiliki integritas moral dan keteladanan, berjasa terhadap bangsa dan negara, berkelakuan baik, setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Dan poin berikutnya, syarat khusus (Pasal 26 UU No. 20/2009) berlaku untuk gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada seseorang telah meninggal dunia dan yang semasa hidupnya: pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa; tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan; melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya; pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara, pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa; memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

“Untuk mendapatkan gelar pahlawan kan ada proses yang harus ditempuh. Jadi diuji saja apakah yang dilakukannya selama 32 tahun memenuhi syarat-syarat tersebut. Intinya, bersihkan dulu namanya melalui proses peradilan. Lalu uji apakah kiprahnya selama 32 tahun memenuhi persyaratan yang diatur oleh UU,” tandasnya.

Temukan juga kami di Google News.