Jakarta – Organisasi perlawanan yang mengaku segelintir Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemprov DKI Jakarta mengatasnamakan Forum Birokrat Korban (Fobiak) Ahok dipertanyakan. Pasalnya, sosok misterius yang mengaku sebagai Koordinator Fobiak Ahok, Junaedi Nur status kepegawaiannya sebagai PNS tidak jelas keberadaan maupun posisi jabatannya yang bernaung di Pemprov DKI.

Bahkan saat ditelusuri di Pemprov DKI, Junaedi Nur ternyata diduga melakukan kebohongan publik mengaku-ngaku sebagai PNS, melainkan hanya sebagai seorang honorer yang pernah berdinas di bagian Biro Umum.
“Tidak ada PNS yang bernama Junaedi Nur. Ada dulu nama Junaedi Nur pegawai honorer yang keluar tapi bukan PNS. Junaedi dulu di Biro Umum,” ungkap sumber di Pemprov DKI yang enggan disebutkan namanya, Selasa (4/10).

Sumber mengaku sudah mengecek nama tersebut di Biro Umum, namun berkas-berkas data / profil Junaedi Nur sudah tidak ada lagi. Sebab, kata dia, nama Junaedi Nur sudah tidak aktif lagi di Pemprov DKI bahkan bukan seorang PNS. Sumber memastikan pernyataan Junaedi adalah upaya provokasi dan propaganda mengatasnamakan PNS Pemprov DKI, padahal bukan.

“Ya mungkin itu barisan sakit hati, tapi saya yakin pernyataan itu tidak langsung dari mulut PNS. Jika hal itu dilakukan ya sama saja bunuh diri,” terang dia.

Sumber lain juga menegaskan tidak mungkin ada PNS yang berani melawan atasannya sendiri apalagi dilingkungan Pemprov DKI.

“Ya saya yakin itu bukan PNS. Kalau bener ya mungkin dia barisan sakit hati dia,” tandasnya sambil tertawa.

Sebelumnya, sejumlah PNS di Pemprov DKI Jakarta bekas anak buah Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sepakat membentuk organisasi simbol perlawanan, yaitu Forum Birokrat Korban (Fobiak) Ahok.

Koordinator Fobiak Ahok, Junaedi Nur mengatakan, organisasi tersebut dibentuk sebagai wujud otokritik terhadap perlakuan Ahok yang semena-mena selama berkuasa.

“Forum ini merupakan kumpulan para birokrat korban kebijakan-kebijakan Ahok,” kata Junaedi, Jakarta, Senin (3/10/2016).

Baca juga: Ahok tolak Tantangan Pembuktian Terbalik Sandiaga Uno

Dijelaskan Junaedi, selama memimpin Ibu Kota kebijakan Ahok selalu mengutamakan pencitraan seolah-olah ada ketegasan terhadap para birokrat yang telah mengabdi puluhan tahun di Pemprov DKI.

Baca juga: Jokowi: Perusahaan Saya Ikut Tax Amnesty

Junaedi mengungkapkan, sejatinya pencitraan itu hanya sekedar untuk menutupi ketidakmapuan Ahok dalam mengelola pemerintahan.

Menurutnya, banyak kepentingannya yang menguntungkan pihak lain, namun ketika ada persoalan dibelakang hari, selalu anak buah para birokrat yang disalahkan.

“Bahkan ada birokrat yang kemudian dipidanakan. Padahal mereka menjalankan perintah atasan semata karena ketaatan mereka pada pimpinan tertinggi seorang gubernur,” sesal Junaedi.

Baca juga: “Hati Saya tak Terima Disuruh Teriak-Teriak Dukung Ahok”

Junaedi menambahkan, ketidakmampuan Ahok dalam mengelola pemerintahan serta mengeluarkan kebijakan yang tanpa perencanaan sangat rentan digugat dikemudian hari.

Hal itu bisa dilihat dalam kasus RS Sumber Waras, pembelian tanah Cengkareng, penggusuran di Jakarta Utara, serta pembebasahan lahan makam dan sebagainya.

Namun sayangnya, kata Junaedi, seluruh kebijakan tersebut berujung dengan dikorbankannya bawahan. Sementara Ahok berlaga bersih dan suci.

“Lebih parahnya kadang mereka dituduh melakukan kesalahan yang sudah di opinikan di media. Namun mereka sendiri tidak pernah melakukannya, sehingga mereka mendapat tekanan mental baik dari lingkungan kerja, bahkan lebih prihatin dari lingkungan keluarga,” terang Junaedi.

Junaedi menuturkan, sebenarnya banyak sekali birokrat serta pejabat DKI baik yang masih aktif maupun sudah distafkan ingin melawan.

Namun, mereka tidak memiliki keberanian, seperti beberapa pejabat lain yang berani minta mundur dari posisinya.

Sebab bila mereka berani menyampaikan keberatan secara terbuka, maka Ahok dengan segala dukungan medianya akan mem-bully bawahan tersebut seolah melakukan kesalahan besar sehingga opini berpihak pada keuntungan pencitraan diri sang gubernur.

“Untuk itu kami dari Fobiak Ahok, akan melakukan langkah-langkah perlawanan dengan mengungkapkan fakta sebenarnya yang terjadi atas kesalahan dalam pengelolaan pemerintahan yang telah jauh keluar dari etika birokrasi yang diatur oleh UU maupun PP,” beber Junaedi.

Junaedi menambahkan, perjuangan ini tentu akan membawa efek bagi karir mereka. Namun pengorbanan mereka tidak akan sia-sia bila masyarakat luas mengetahui sebenarnya seperti apa gubernur pencitraan yang saat ini selalu mengaku bahwa dirinya yang paling bersih, serta selalu merasa paling benar.

“Waktu akan membuktikan, fakta akan bicara, maka dari itu kami akan terus mengadvokasi para birokrat yang karirnya dirugikan serta dirinya terzolimi, semoga ikhtiar kecil ini akan membuka mata masyarakat Jakarta,” pungkas Junaedi.

Temukan juga kami di Google News.