Jakarta – Dalam waktu dekat masyarakat DKI Jakarta akan mengadakan hajat besar yakni pesta demokrasi lima tahunan di Jakarta (Pilkada DKI 2017). Harus diakui juga antusiasme warga pada gebyar pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017 pun semakin semarak. Presidium Youth Movement Institute (YMI) Tanggon NM menilai ada magnet Pemilukada DKI ini sangatlah besar bagi masyarakat.
“Masyarakat sangat antusias ketika bicara Pilkada. Biasanya mereka akan membicarakan jagoannya masing-masing dengan berbagai kelebihannya,” ungkap Tanggon.
Hal itu disampaikannya saat diskusi bertema “Mencari Pemimpin lewat Pilkada dengan Semangat Persatuan dan Kesatuan” yang diinisiasi Lingkar Mahasiswa Pemuda Jakarta (LIMA-PJ) di Balai Pustaka Resto (Balpus Resto) Rawamangun Jakarta Timur, Rabu (14/9/2016).
Turut hadir narasumber lainnya Ketua Indonesia Study Center (ISC) Reza Malik dan Ketua Lembaga Debat Hukum dan Konstitusi Mahasiswa Indonesia (LDHKMI).
Lebih lanjut, Tanggon mengaku gaya kepemimpinan Pancasila adalah gaya kepemimpinan yang dinilai cocok diterapkan oleh seluruh Kepala Daerah di Indonesia. Sebab, kata dia, gaya kepemimpinan itu mampu mengkolaborasikan gaya – gaya kepemimpinan yang telah ada untuk diterapkan pada waktu dan kondisi yang tepat.
“Gaya kepemimpinan seperti ini dapat bersifat strong leadership,” tuturnya.
Tanggon pun menyayangkan jika Pemilukada yang terjadi justru muncul kerusuhan, konflik, politik tak sehat lantaran perbedaan argumen masing-masing calon kandidat maupun pendukungnya. Seolah-olah pendapat mereka sudah dianggap paling benar, bersih, bagus dan seterusnya. Kendati demikian, Pilkada DKI nantinya berlangsung agar tidak ada kebencian SARA. Sementara itu, kata dia, mereka menjadi lupa adanya tujuan Pilkada itu sendiri untuk mencari pemimpin adil, jujur, bersih lewat jalur demokrasi.
“Kita malah melupakan bagaimana cara menjalin rasa kebersamaan dan saling melengkapi satu sama lain walau banyak perbedaan dalam Pilkada, serta mengenyampingan rasa kemanusian dan toleransi untuk berbaur secara berdampingan. Sampai-sampai kita juga melupakan persahabatan, kekeluargaan dan saling tolong menolong serta menjunjung tinggi nasionalisme,” beber dia.
Menurut Tanggon, seharusnya budaya-budaya tersebut dilestarikan dan dijaga serta di terapkan dan di maknai dalam kehidupan sehari-hari. Indonesia ini spesial dan kaya raya baik sumber daya alamnya maupun manusianya dengan kekayaan ragam kultur serta budayanya ini yang tidak dimiliki oleh negara-negara lain.
“Mudah-mudahan banyak calon yang maju di Pilkada nanti agar warga DKI mempunyai banyak pilihan juga yang sesuai dengan harapan mereka. Pilkada DKI nanti dapat terpilih calon yang bersih, adil, jujur yang memang bisa mengakomodir semua golongan,” jelasnya.
Sementara itu Presidium LIMA-PJ Ismail Putera menyebutkan bahwa menjadi pemimpin sama dengan menjadi pekerja. Pemimpin harus melayani, bukan dilayani, serta mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan kelompok (partai), keluarga dan pemberi jasa politik lainnya.
“Dinamika dalam era global menuntut Kepala Daerah yang handal dan memiliki kemampuan lebih, baik intelektual, emosional, maupun spritual,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, para Kepala Daerah diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut dan dapat membawa daerah lebih bersaing di masa yang akan datang.
Ketua ISC Reza Malik memandang sebagian besar Kepala Daerah belum mampu meningkatkan kepuasan masyarakat di daerahnya masing – masing. Hal ini dapat dilihat dari maraknya aksi ketidakpuasan terhadap kinerjanya. Akan tetapi, tidak selamanya ketidakpuasan masyarakat ini timbul di karenakan Kepala Daerah itu sendiri. Mencari pemimpin di DKI ini susah-susah gampang. banyak teori yang berbicara tentang gaya kepemimpinan, mulai dari gaya kepemimpinan otoriter, demokratis, laissez faire, situasional/Kepemimpinan Pancasila, dll.
“Dalam era sekarang, siapa yang memenangi Pilkada bukan ditentukan karena seorang itu pintar, tokoh masyarakat atau tokoh agama namun karena elektabilitas dan popularitas,” ucapnya.
Kata Reza, masyarakat haruslah lebih pintar menilai banyaknya tokoh yang tak pernah muncul tapi tiba-tiba muncul dan menang.
“Fenomena tokoh ini seperti penampakan jailangkung saja. Adanya sosok seperti ini, rakyat akan menolaknya dan lebih pilih sosok yang tulus, ikhlas dan natural,” tuturnya.
Reza mengingatkan seseorang untuk bisa menjadi Kepala Daerah yang baik, ia harus menempuh perjalanan panjang dan berliku-liku, tidak hanya mengandalkan bohirnya dan kekuatan media darlingnya serta kutu loncat. Semangat persatuan dan kesatuan merupakan modal dasar dalam membentuk negara dan menjalankan kehidupan bernegara.
“Menjadi seorang pemimpin merupakan sebuah amanah besar yang harus dilaksanakan dengan baik sebab kelak segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang pemimpin, mulai dari hal yang paling kecil sampai hal yang paling besar harus bisa dipertanggung jawabkan,” ungkapnya.
Ditempat yang sama, Ketua LDHKMI Andi Muh. Adhim mengemukakan dalam perspektif desentralisasi dan demokrasi prosedural, sistem pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada Langsung) merupakan sebuah inovasi yang bermakna dalam proses konsolidasi demokrasi di aras lokal. Dijelaskan dia, data telah membuktikan bahwa Pilkada langsung (Bupati/Walikota dan Gubernur) mengakibatkan anggaran tersedot besar. Tetapi terkadang di rusak oleh masayarakat itu sendiri dengan membuat rusuh dan politik kambing hitam yang tak sehat.
“Akhirnya merugikan masyarakat itu pula karena kurangnya rasa persatuan dan kesatuan kita dalam pemilu,” sebut dia.
Lebih jauh, Andi menegaskan bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, bahasa, agama, serta adat istiadat kebiasaan yang berbeda-beda, tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan perpecahan. Oleh karena itu, yang harus dihindari antara lain: egoisme, ekstremisme, sukuisme.
“Persatuan dan kesatuan dalam masyarakat juga menumbuhkan solidaritas, semangat toleransi, kekompakan, dan memperkuat daya tahan masyarakat terhadap gangguan masyarakat itu sendiri,” kata dia.
Diakhir acara, diskusi yang dipandu moderator Dimas Ariki itu menerangkan bahwa sudah menjadi tugas generasi muda untuk mengingatkan masyarakat serta mengajak untuk berpikir objektif serta kritis untuk mencari pemimpin yang bertanggung jawab. Selain itu, lanjut dia, momentum itu jangan sampai menciderai nilai demokrasi dengan isu provokasi.
“Merawat akal sehat itu perlu mengedepankan semangat persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan