Jakarta – Lingkar Mahasiswa dan Pemuda Jakarta (LiMa-PJ) menilai harapan untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas saat ini berada di pundak dunia pendidikan.
Ketua Presidium LiMa-PJ Christye Pusung Warou mengakui bahwa masyarakat makin menyadari untuk mendapat pekerjaan yang diambang harus lah mengeyam pendidikan tinggi. Namun, sayangnya lembaga pendididkan acapkali tidak dapat mengabulkan ekspetasi dunia kerja maupun masyarakat.
“Lulusan yang mereka hasilkan banyak yang tidak terserap di pasar tenaga kerja,” kata Christye dalam seminar nasional bertema ‘Mengoptimalkan Kompetensi Tenaga Kerja melalui Peningkatan Akses ke Dunia Pendidikan’ di Wisma PHI Jl. Cempaka Putih Tengah 30/7, Jakarta Pusat, Jumat (29/4/2016).
Dikatakan dia, berbagai alasan menjadikan banyak tak terserap diantaranya kompetensi yang diajarkan tak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Keberadaan SDM yang berkualitas akan berdampak pada peningkatkan mutu barang dan jasa. Tak heran juga jika terjadi migrasi tenaga kerja Internasional.
“Fenomena ini menimpa sebagian besar negara di dunia sehingga menuntut masing-masing negara memiliki daya saing yang tinggi terkait SDM nya,” jelas Christye.
Ia memandang kondisi Tenaga Kerja Indonesia masih banyak membutuhkan peningkatan. Apalagi mereka yang hendak bersaing di pasar luar negeri.
Selain itu, Christye berpendapat pengangguran bukanlah satu-satunya penderitaan yang dialami kaum muda. Sebab, banyak juga yang putus sekolah dan mereka tidak lagi terdeteksi dalam statistik angkatan kerja.
“Setidaknya ada 16,7 juta orang muda di negara OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) yang sedang bermasalah dalam pekerjaan, pendidikan, atau pelatih,” bebernya.
Dalam kesempatan yang sama, Dosen Ketenagakerjaan Universitas Jayabaya Omay Chusmayadi, SH juga mengakui bahwa pendidikan di Indonesia bagi tenaga kerja sulit untuk bersaing karena kurang teruji keterampilannya dibandingkan di negara-negara luar yang lebih optimal. Lantaran, Indonesia begitu banyak regulasi yang mengabaikan pendidikan.
Apalagi, lanjut Omay, peraturan tentang tenaga kerja Indonesia masih tumpang tindih, dan harus direvisi (judicial review) dikarenakan SDM nya sangat minim dan kurang berkompetensi. Ia berharap buruh dapat ditingkatkan kesejahteraannya, dan memiliki kompetensi supaya terdidik. Agar lebih bisa meningkatkan mutu serta daya saing yg kuat.
“Maka itulah pihak pemerintah dan para tenaga kerja yang kurang terdidik bisa saling untuk bersinergi dan mempunyai keterkaitan, serta juga memberikan motivasi agar dapat bersaing di dunia kerja yang lebih baik,” ucapnya.
Buruh Berpolitik
Omay melanjutkan setiap warga negara Indonesia termasuk para pekerja atau buruh mempunyai hak berpolitik, apalagi mendirikan sebuah partai. Akan tetapi mereka (buruh) harus memiliki ketentuan-ketentuan untuk mendirikan partai politik, tidaklah boleh sembarangan.
“Harus memiliki beberapa syarat atau komponen-komponen, seperti DPD, DPC, sampai tingkatan Kelurahan,” bebernya.
Omay menambahkan, dirinya hingga kini masih belum mengetahui keberadaan partai baru buruh tersebut.
“Pencetusan sebuah partai baru yang mungkin dari buruh atau serikat atau para tokoh buruh, sejauh ini saya pun belum tahu apakah benar ada keberadaannya atau tidak,” tukasnya.
Tinggalkan Balasan