Jakarta – Hukuman mati untuk terpidana kasus narkoba, Freddy Budiman kian ada di depan mata setelah Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali Freddy pada sidang tertutup, Rabu (20/7/2016). Pelaksanaan proses eksekusi beberapa kali tertunda karena menunggu hasil peninjauan kembali serta kondisi perekonomian di Indonesia.

MA, dilansir laman Kepaniteraan MA, menerima pelimpahan pengajuan PK dari Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 13 Juli 2016. Pengajuan PK didaftarkan oleh pengacara Freddy, Untung Sunaryo. Sidang putusan oleh hakim Andi Samsan Nganro, Salman Luthan, dan Syarifuddin ini memperkuat putusan pengadilan.

Freddy dihukum 9 tahun penjara dan mendekam di LP Cipinang pada 2012 karena 300 gram heroin, 27 gram sabu, dan 450 gram bahan pembuat ekstasi. Setahun di Cipinang, ia kembali berulah dengan mendatangkan 1,4 juta butir pil ekstasi dari Tiongkok.

Kasus penyelundupan ekstasi dari Tiongkok merupakan kasus terbesar dalam 10 tahun terakhir di Indonesia. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan hukuman mati kepada Freddy pada 15 Juli 2013.

Freddy mengajukan peninjauan kembali atas vonis hukuman matinya. Pengacara Untung Sunaryo mengatakan bahwa kliennya memiliki peran yang sama dengan sejumlah saksi yang dalam sidang tingkat pertama di PN Jakarta Barat, antara lain Candra Halim, Abdul Syukur, dan Supriyadi.

Pada sidang di Pengadilan Negeri Cilacap Rabu (1/6/2016), jaksa penuntut umum memohon MA menolak peninjauan kembali karena tidak ada bukti baru. Alasan yang diajukan penasehat hukum, berupa perbedaan vonis Freddy dengan empat tersangka lain, dinilai jaksa tidak relevan.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyambut baik putusan Mahkamah Agung yang menolak peninjauan kembali yang diajukan terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman. Menurut dia, PK Freddy memang harus ditolak karena tak ada bukti baru yang meringankannya.

“Justru itu yang kami harapkan. Freddy apa bukti baru dia? Kecuali dia dari balik penjara masih mengendalikan peredaran dan menjadi bandar narkoba,” ujar Prasetyo, melalui Kompas.com, Jumat (22/7/2016)

Menurut Prasetyo, Freddy akan diikutkan dalam eksekusi mati gelombang III, meski hingga kini belum ada kejelasan waktu eksekusi. Sebelumnya, Prasetyo mensinyalir eksekusi mati tahap ketiga akan dilakukan usai Idul Fitri 2016. Ia menyatakan bahwa eksekusi mati ini akan fokus untuk terpidana narkoba.

Indonesia masih memberlakukan hukuman mati meskipun mendapat sorotan internasional. Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, eksekusi mati telah dilakukan terhadap 14 orang yang terjerat kasus narkotika.

Eksekusi pertama dilakukan pada Minggu, 18 Januari 2015 terhadap enam orang terpidana mati yang keseluruhannya adalah warga negara asing. Eksekusi selanjutnya pada Rabu, 29 April 2015 terhadap delapan orang, satu di antaranya warga negara Indonesia.

Eksekusi mati gelombang ketiga sedianya berlangsung pada 2015, tapi urung karena alasan perekonomian nasional. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tak akan melakukan eksekusi hukuman mati hingga perekenomian nasional membaik.

Temukan juga kami di Google News.