Jakarta – Kementerian Tenaga Kerja telah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR), dimana peraturan baru ini memperbolehkan karyawan dengan masa kerja 1 bulan berhak menerima THR keagamaan sesuai agamanya masing-masing.

Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) pun mengapresiasi cepatnya respon pemerintah terhadap pekerja/buruh yang akan merayakan hari raya keagamaan (Idul Fitri) pada awal bulan Juli 2016, yang salah satunya lewat Permenaker No. 6 tahun 2016 tersebut.

“Dengan masa kerja minimal 1 bulan atau 30 hari, maka buruh yang baru bekerja akan bisa menikmati THR mereka,” ungkap Presiden KSBSI Mudhofir Khamid, Rabu (15/6/2016).

Namun, kata dia, besarannya proporsional THR itu berdasarkan lama masa kerja, dengan analogi sebagai berikut, untuk buruh dengan masa kerja 1 bulan, sesuai rumusan permenaker No. 6 ini yakni masa kerja dikalikan 1 bulan upah dibagi 12, maka rata-rata buruh akan mendapatkan THR berkisar 8-9% dari upah bulanan mereka, dan berlaku kelipatan berdasarkan lama masa kerja.

“Meskipun demikian, KSBSI melihat ada celah yang dapat dimanfaatkan oleh pengusaha nakal dalam permenaker tersebut,” terang dia.

Mudhofir menyebutkan celah itu adalah pekerja/buruh kontrak yang masa kerjanya berakhir sebelum hari raya maka tidak mendapatkan THR keagamaan. Celah inilah yang bakal berpotensi dijadikan pengusaha nakal untuk segera menghabisi masa kerja buruh kontrak atau menerima karyawan baru dengan masa kerja kurang dari hari raya keagamaan setiap tahunnya.

Mudhofir Diskusi DHN 45Maka itu, lanjut Mudhofir, pemerintah diminta lebih jeli dalam mengawasi praktek pembayaran THR keagamaan ini terutama untuk perusahaan yang mempekerjakan karyawan kontrak dan outsourcing.

“KSBSI meminta pengawas ketenagakerjaan untuk lebih jeli mengawasi perusahaan-perusahaan yang berpotensi melakukan kecurangan atau tidak membayarkan THR keagamaan pekerja/buruh dalam suatu perusahaan,” tuturnya.

Lebih lanjut, Mudhofir mengungkapkan jika masih saja terjadi kecurangan oknum-oknum perusahaan nakal, maka Pengawas ketenagakerjaan tingkat Kota/Kabupaten dan Propinsi harus teliti dan tegas dalam memberikan sanksi administratif seperti yang tertuang dalam permenaker No. 6 tersebut, dari denda 5% dari total THR keagamaan hingga sanksi administratif lainnya.

Selain itu, sambung dia, perihal dengan monitoring pembayaran THR, KSBSI, seperti tahun-tahun sebelumnya, akan membuka posko pengaduan THR di semua Kota/Kabupaten se Indonesia, agar pekerja/buruh yang belum menerima THR keagamaan hingga H-7 sebelum hari raya Keagamaan bisa melaporkan permasalahan tersebut kepada serikat buruh.

“Hal itu untuk ditindaklanjuti agar pekerja/buruh bisa menikmati THR untuk digunakan pada hari raya keagamaan,” tandasnya.

Temukan juga kami di Google News.