JAKARTA – Gerakan hastag 2019 ganti presiden yang selama ini digaungkan oleh kelompok kontra pemerintah masih menjadi perbincangan hangat. Hal ini lantaran masih banyaknya penolakan dan resistensi di kalangan masyarakat terhadap gerakan tersebut.

Menurut pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, gerakan hastag 2019 ganti presiden akan menjadi pro kontra di kalangan masyarakat yang tidak akan habis. Hal ini menurutnya, gerakan tersebut tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat luas.

“Saya akan sangat hormat ketika gerakan 2019 ganti presiden jelas melabelkan dukungan mereka ke siapa, misal ke Pak Prabowo,” kata Karyono dalam diskusi publik di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9/2018).

Salah satu gerakan politik praktis ini pun juga rencananya akan digelar di Solo. Gerakan yang sebelumnya bertemakan deklarasi gerakan 2019 ganti presiden kini berubah menjadi gerakan gerak jalan. 

Pun demikian, jika melihat dari aktor-aktor yang akan hadir dalam gerakan gerak jalan tersebut, Karyono menegaskan nuansa politiknya tidak akan bisa dihapuskan begitu saja.

“Saya lihat mereka masyarakat pasti tahu gerakan 2019 ganti presiden, mau dibungkus dengan apapun pasti ketahuan, pasti ada gerakan politik di dalamnya meskipun dilihat dari gerak jalan. Ini dilihat dari aktornya,” ujarnya.

Potensi kerusuhan di Solo

Dengan melihat track record gerakan tersebut, Karyono masih menilai ada penumpang gelap yang mencoba bermain dalam gerakan hastag 2019 ganti presiden itu, yakni para pegiat penegakan Khilafah yang bawa oleh elemen dari ormas Hizbut Tahrir Indonesia meskipun telah dibubarkan oleh pemerintah melalui putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Sayangnya, kelompok pegiat gerakan 2019 ganti presiden masih menolak upaya politik mereka disusupi oleh gerakan pendirian khilafah dengan 2019 gantu sistem. Dan untuk konteks itu, Karyono memberikan saran agar para deklarator dan pegiatan hastag itu membuktikannya secara nyata.

“Ya sterilkan aja dengan adanya gerakan-gerakan supersif di sana, gerakan yang ingin ganti dasar negara,” tuturnya.

Karyono juga menduga ada unsur kesengajaan mengapa gerakan gerak jalan yang diduga merupakan bungkusan dari gerakan tagar 2019 ganti presiden tersebut digelar di Solo. Ia melihat ada target penting yakni Psywar alias perang urat syaraf.

“Ini perang urat syaraf. Jokowi kan lahir di sana, jadi kalau terjadi kerusuhan di sana, maka itu yang mereka kehendaki. Makanya jangan terpancing dengan gerakan mereka agar jangan sampai chaos,” tegasnya.

Masyarakat jangan terpancing

Lebih lanjut, Karyono mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar tidak terpancing dengan gerakan 2019 ganti presiden dengan melakukan gerakan tandingan yang justru akan semakin memperparah nafas demokrasi di Indonesia.

“Semua harus tahan diri agar tidak membuat kegiatan-kegiatan yang berbau kampanye. Semua harus taat kepada aturan yang telah disepakati bersama,” tutupnya.

Terakhir, ia juga meminta masyarakat luas agar tidak perlu hadir atau dekat-dekat dengan lokasi gerak jalan yang digelar oleh eksponen gerakan 2019 ganti presiden, karena khawatir akan menjadi klaim baru.

“Publik yang tidak berkepentingan dengan gerakan tersebut, sebaiknya menjauh saja, karena akan berpotensi membuat tensi sosial semakin tinggi lagi,” tutupnya.

(**)

Temukan juga kami di Google News.